Wisata Indonesia - Di Kabupaten Sambas, Suku Dayak terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Dayak Salako dan Bakati'. Dayak Salako menuturkan bahasa Badame-Jare yang terkonsentrasi di Kecamatan Sajingan Besar, Tebas, dan Selakau Timur. Secara linguistik, bahasa mereka ini digolongkan ke dalam rumpun bahasa Dayak Malayik yang dituturkan oleh Dayak Kanayatn, Sambas, dan Banjar.
![]() |
| Bakati' Rara merupakan salah satu sub suku Dayak Bakati' di Kabupaten Sambas || Sumber Gambar: @folksofdayak |
Sedangkan, Dayak Bakati' dibagi lagi menjadi 12 sub suku Dayak Bakati’ yang tersebar di Bengkayang dan Sambas. Persebaran suku Dayak Bakati’ di Kabupaten Sambas menyebar di tiga kecamatan yaitu Sajingan Besar (sub suku Dayak Bakati’ Rara), di Kecamatan Subah (sub suku Dayak Bakati’Subah/Lampahuk) dan di Kecamatan Tebas (sub suku Dayak Bakati’ Kanayatn Satango).
Dinamakan Dayak Bakati’ dikarenakan dari segi bahasa. Istilah Bakati’ terdiri dari dua kata, yaitu ‘ba’ yakni sebuah awalan yang sepadan ber- yang berarti memiliki dan ‘kati’ yakni sebuah kata dasar yang berarti tidak. Dalam ucapan sehari-hari perkataan ‘kati’ sering muncul sehingga digunakan untuk menyebut identitas penutur bahasa tersebut.
Menurut tradisi lisan, Nenek moyang mereka berasal dari ‘pemagen’ atau panglima pemenggal kepala yang hidup beranak pinak di ‘segiring’. Nenek moyang mereka yang memperanakkan ‘supai ma upi’, ‘sadani ma ngaji’, dan ‘santak ma batakng’. Konon, dari keluarga inilah selanjutnya menjadi cikal bakal orang Dayak Bakati’.
Kali ini, misterpangalayo ingin menyebarkan informasi seputar suku Dayak Bakati' Rara. Di Sambas, suku ini lebih disebut juga sebagai suku Dayak Rara atau Orang Aruk, sebab bermukim di Binua Aruk (Sajingan Besar). Wilayah pemukiman mereka ada di tiga kampung, yaitu Kampung Aruk, Apikng, Baruang, dan di Sarawak bermukim di banyak sekali kampung yaitu di Kampung Pasir Ilir, Pasir Tangah, dan Kendai.
Tidak berbeda jauh dengan bahasa sub suku Bakati' lainnya, Bakati' Rara masih berbicara dalam bahasa Bakati, yang masih berkerabat dengan bahasa Bidayuh dengan tingkat kemiripan sekitar 50%.
Nenek moyang suku Rara di Aruk berasal dari tanah asal-usul mereka di Kampung Selense, Rara Gunung, Taenam, Sunge Batukng, Kawatn, Malikar, dan kampung- kampung sekitar yang terdapat di Binua Rara, Kabupaten Bengkayang.
Tanah asal-usul Dayak Bakati’ Rara terletak di antara Bukit Bawakng (Gunung Bawang) di Kampung Sungai Raya dan Bukit Panatn (Gunung Pandan) di Kampung Tiang Tanjung, Bukit Panarekng (Pandarengan) di Kampung Serukam, dan Kota Bengkayang.
Di tanah inilah, tepatnya periode ke 13 M bangun sebuah kerajaan di Binua Sambas Raya berjulukan Kerajaan Rara/Lara dengan raja yang dikenal Nek Riuh. Kerajaan ini juga dikenal dengan Kerajaan Nek Riuh, dan berpusat di Sungai Rara / Sungai Raya (kecamatan Sungai Raya sekarang).
Di wilayah ini mengalir sebuah sungai yang dinamakan Sungai Rara. Walaupun Sungai Rara tergolong sungai yang kecil tetapi memiliki peranan yang cukup besar dalam tradisi verbal sebagai tempat awal mula penyebaran suku-suku Dayak di wilayah tersebut.
Batas-batas Binua (wilayah) Bakati Rara yang orisinil :
Menurut dongeng dari Kerajaan Mempawah, bahwa pada masa pemerintahan Kerajaan Sidiniang pada masa pemerintahan Patih Nyabakng (putra Patih Gumantar) yang berlokasi di kawasan Mempawah Hulu pernah terlibat perselisihan dengan Kerajaan Lara / Kerajaan Nek Riuh.
Secara otentik Kerajaan Lara/Rara tercantum dalam kitab Negarakertagama karya agung Mpu Prapanca pada masa Majapahit (1365 M) di bawah Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, yang menyatakan bahwa salah satu tanah jajahan Kerajaan Majapahit di Pulau Kalimantan yakni sebuah kerajaan yang mana rajanya memanggil dirinya “Nek Riuh”.
Akhir dari kerajaan Rara ini, mengalami masa kemunduran dikarena perang ekspansi kawasan kedaulatan dari kerajaan Dayak yang bertetangga dengan Kerajaan Nek Riuh. Perang ekspansi wilayah ini juga dikenali sebagai Perang Kayau, dan kerajaan yang menciptakan kemunduran pemerintahan Kerajaan Nek Riuh yakni kerajaan dari suku Dayak Mualang.
- Timur : berbatasan dengan Kota Bengkayang, yaitu wilayah Bakati’ Palayo.
- Barat : berbatasan dengan Bukit Pandarengan (Panarekng), yaitu wilayah Salako Gajekng di Kampung Serukam dan sekitarnya.
- Utara : berbatasan dengan Gunung Bawakng wilayah Bakati’ Kanayatn Satango, yaitu Kampung Papan Pembae, Papan Kersik, Godang Damar, Sejarok Param, dan kampung-kampung di sekitarnya.
- Selatan : berbatasan dengan Bukit Panatn (Gunung Pandan), yaitu Kampung Tiang Tanjung dan sekitarnya.
Menurut dongeng dari Kerajaan Mempawah, bahwa pada masa pemerintahan Kerajaan Sidiniang pada masa pemerintahan Patih Nyabakng (putra Patih Gumantar) yang berlokasi di kawasan Mempawah Hulu pernah terlibat perselisihan dengan Kerajaan Lara / Kerajaan Nek Riuh.
Secara otentik Kerajaan Lara/Rara tercantum dalam kitab Negarakertagama karya agung Mpu Prapanca pada masa Majapahit (1365 M) di bawah Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, yang menyatakan bahwa salah satu tanah jajahan Kerajaan Majapahit di Pulau Kalimantan yakni sebuah kerajaan yang mana rajanya memanggil dirinya “Nek Riuh”.
Akhir dari kerajaan Rara ini, mengalami masa kemunduran dikarena perang ekspansi kawasan kedaulatan dari kerajaan Dayak yang bertetangga dengan Kerajaan Nek Riuh. Perang ekspansi wilayah ini juga dikenali sebagai Perang Kayau, dan kerajaan yang menciptakan kemunduran pemerintahan Kerajaan Nek Riuh yakni kerajaan dari suku Dayak Mualang.
Jumlah penduduk suku Dayak Bakati’ Rara di Kampung Aruk, Apikng, dan Baruang diperkirakan sekitar 1.500 orang. Kelompok Rara bermigrasi ke Sajingan Besar hingga ke Malaysia diperkirakan sekitar Tahun 1850-an.
Mereka bermigrasi sebab wilayah mereka pada waktu itu sedang bergejolak Perang Monterado’ yang melibatkan empat pihak, yaitu Kesultanan Sambas (Melayu), Cina (Kongsi-kongsi Cina para penambang emas), Belanda, dan Dayak.
Berdasarkan data yang misterpangalayo himpun, pada masa perang Menterado antara Kesultanan Sambas yang dibantu oleh Dayak Sungkung dengan kongsi-kongsi Cina yang membangkang, Dayak Rara yang bermukim disekitarnya migrasi ke wilayah Sanggau Ledo, Binua Riok, bahkan mereka terus hingga ke ibukota Kesultanan Sambas, Binua Aruk dan Sarawak lewat kawasan Seluas.
![]() |
| Dayak Aruk ketika Festival Wonderfull Indonesia di Aruk - Sajingan Besar || Sumber Gambar: bombasticborneo.com |
Di Kecamatan Sajingan Besar, kehidupan sehari-hari Bakati' Rara dalam bertahan hidup yakni berladang dan melaksanakan perburuan hewan ke hutan. Selain itu mereka juga menangkap ikan di sungai untuk menambah sumber masakan dan penghasilan.
Sekedar informasi, ketika Kerajaan Nek Riuh runtuh, bangun kerajaan diwilayah Paloh yang dipimpin oleh Tan Unggal pada periode ke 15, kemudian pada periode ke 16 M pusat pemerintahannya berpindah ke wilayah Kota Tua (Kecamatan Galing sekarang), dan terakhir pemerintahannya berpindah ke kawasan Muara Ulakan pada periode ke 17 yaitu Kesultanan Alwatzhikoebillah Sambas.



0 komentar:
Posting Komentar