Wisata Indonesia - Masyarakat Kalimantan Barat khususnya Kabupaten Sambas mempunyai aneka macam macam adat, tradisi dan budayanya baik itu Melayu, Dayak maupun Tionghoa. Diantaranya yaitu tradisi yang berlangsung di bulan Sya'ban oleh masyarakat Melayu Sambas. Bulan Sya’ban yaitu bulan yang ke delepan dalam sistem kalender Islam. Bulan Sya’ban berada di antara bulan hijriyah Rajab dan Ramadhan.
Pada umumnya, amalan yang dianjurkan pada bulan Sya'ban yaitu melaksanakan puasa sunnah. Memperbanyak puasa pada bulan tersebut dan harinya pun bebas menentukan sesuai kemampuan. Namun, ada tradisi yang berbeda di Kabupaten Sambas yaitu Tradisi Ruwahan atau biasa biasa disebut Ruahan Sya'ban. Selama satu bulan penuh, setiap kampung yang ada di Sambas akan diadakan program makan-makan yang diisi dengan tahlilan (sedekah nasi).
Tahlilan ialah suatu ritual atau budaya yang mana prosesnya diawali dengan membaca shalawat, lalu Al-Fatihah, habis itu surat Tiga Kul, kalimat tauhid, istighfar, dan diakhiri dengan doa. Di Sambas, tahlilan dipimpin oleh Pak Lebai (Amil) yang sudah dipercaya oleh masyarakat. Tahlilan bukan saja di lakukan di program sya’banan tetapi juga dilakukan di program tepung tawar, Hool/Huul ( setahun sehabis meninggalnya seseorang), program pernikahan, sunatan dll.
Tradisi ini sudah diadakan secara bebuyutan di dalam kehidupan masyarakat Melayu Sambas. Tradisi Ruwahan ini dijalankan untuk mengingat para leluhur atau keluarga yang sudah meninggal. Tradisi ini dilakukan untuk mengirim do’a kepada para hebat kubur yang sudah meninggal. Ruwahan berasal dari kata 'Ruwah' yang berarti bulan urutan ke tujuh. Kata “ruwah” sendiri mempunyai akar kata “arwah”, atau roh para leluhur dan nenek moyang. Konon dari arti kata arwah inilah bulan Sya'ban dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur.
![]() |
| Jamuan Ruwahan |
Tradisi Ruwahan di Sambas pada pada dasarnya melambangkan kesucian dan rasa suka cita memasuki bulan puasa. Disamping itu untuk mengekspresikannya, masyarakat Sambas berinfak nasi kepada warga sekitar, tiap warganya mengadakan jamuan makan di rumahnya. Biasanya jamuan makan ini dilaksanakan pada pagi hari sekitar jam 9, 10 atau jam 11an. Sementara untuk sorenya biasanya dilaksanakan sehabis ashar. Sedekah untuk yang telah meninggal yaitu berupa do'a yang di bacakan dalam tahlilan itu.
Adapun untuk pelaksanaan program Ruahan Sya’ban ini bisa di lakukan sendiri, bisa juga dengan cara adonan atau patungan satu keluarga, dan bisa juga dengan cara adonan atau patungan satu RT. Sebelum tradisi Ruwahan dimulai, yang punya hajatan terlebih dahulu untuk mengundang para warga yang akan dijamu, hal ibarat ini disebut dengan "Saru' / Saro' / Nyarruk" yang berarti memanggil atau mengundang. Menurut Sudirman, ada dua metode atau kebiasaan tuan rumah dalam mengundang tetangga, yaitu:
- Jika saudara atau tetangga bersahabat ( tetangga di sekitar rumah ) itu di undang satu rumah atau satu keluarga yang menempati rumah tersebut.
- Jika Tetangga yang jarak rumahnya tidak mengecewakan jauh dari rumah, biasanya yang di undang hanya pihak laki - laki saja, dengan arti kata lain hanya ketua keluarga di rumah tersebut, bisa suami atau tidak ada suami bisa anak laki - laki yang mewakili bapak nya.
Ketika hari H tiba, para kaum ibu-ibu yang diundang harus mangantar “Pakatan”, biasanya ibu-ibu yang di undang itu membawa beras satu kilo atau lebih dalam suatu wadah, bisa saja bejana yang ada penutupnya atau semacamnya, dan juga biasa memakai kantong plastik. Kemudian bagi yang bisa membawa ayam satu ekor, dan ada juga yang membawa telur, ada juga yang membawa gula pasir, bahkan ada juga yang hanya membawa uang, tergantung niatnya masing-masing mau sedekah apa terhadap tuan rumah.
Untuk waktu makan-makannya pun dibagi dua shift. Shift pertama yaitu untuk kaum laki-laki dengan melaksanakan tahlilan. Setelah program tahlilan yang dilakukan kaum laki-laki selesai, maka dilanjutkan makan-makan dengan cara saprahan. Selanjutnya, giliran kaum perempuan atau ibu-ibu untuk manikmati sajian makan-makan dengan bersaprah.
![]() |
| Jamuan saprahan laki-laki |
Selain Ruwahan, tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sambas di bulan Sya'ban ini yaitu tradisi berziarah ke makam keluarga yang disertai dengan bersih-bersih kubur atau pemakaman. Secara gotong royong, masyarakat membersihkan kuburan dari rumput-rumput liar. Tak lupa pula sehabis dibersihkan, peziarah membacakan do'a dan menaburkan daun pandan diatas makam atau kuburan keluarganya.
![]() |
| Jamuan saprahan perempuan |
Bagi masyarakat Sambas bulan sya’ban atau ruwah ini mempunyai makna penting sebagai momentum bagi semua orang yang masih hidup untuk mengingat jasa dan kebijaksanaan baik para leluhur yang telah mendahului kita pindah ke dalam dimensi kehidupan yang sesungguhnya. Bulan arwah juga merupakan dikala di mana kita harus bersih-bersih diri mencakup higienis lahir dan higienis batin. Membersihkan hati dan pikiran sebagai bentuk pencucian dimensi jagad kecil yakni diri sendiri mencakup unsur jiwa dan raga.




0 komentar:
Posting Komentar