Indahnya Indonesia, Wisata & Traveling by Cameroon

Cerita Rakyat Bengkayang: Asal Seruan Pekong Kaki

Wisata Indonesia - Pekong atau Toa Pe Kong ialah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Kalimantan Barat dan Indonesia pada umumnya. Oleh orang Tionghoa, Pekong juga terkadang disebut Klenteng dan juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian. Te Pe Kong selalu menjadi ciri khas dari rentetan perayaan hari raya Imlek.

Di Kalimantan Barat terdapat sebuah komunitas Hakka Tionghoa yang banyak tersebar di bekas wilayah Kesultanan Sambas, yang kini secara administratif berada di Kabupaten Sambas, Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang. Hakka Tionghoa di wilayah tersebut tiba secara bergelombang ratusan tahun yang kemudian yang berasal dari dataran Tiongkok selatan, yaitu Provinsi Guangdong.

Ada sebuah pepatah Tiongkok menyampaikan "Dimana ada sinar matahari, disana niscaya ada orang Tionghoa". Sedangkan orang Hakka juga memiliki sebuah pepatah yang menyampaikan "Dimana ada orang Tionghoa, disana niscaya ada orang Hakka". Seperti suku bangsa lainnya di Indonesia, orang Tionghoa di Indonesia juga memiliki dongeng rakyat yang wajib untuk diketahui.

Klenteng Sam Po Kong di Semarang (Jawa Tengah)
Berikut ialah sebuah dongeng rakyat Hakka Chinese dari tempat yang disebut Sungai Raya Kepulauan, secara administratif berada di Kabupaten Bengkayang. Sebuah dongeng perjalanan seorang Tionghoa dari Tiongkok hingga tiba di pesisir Kalimantan Barat. Cerita ini juga pernah diceritakan oleh Zulkifli, dkk dengan judul Pekong Kaki : Antologi Cerita Rakyat Sui Raya Kepulauan.

Dari kejauhan terlihat sebuah bangunan sempurna di kaki gunung di pinggir jalan raya yang tampak megah disinari mentari pagi. Walaupun warnanya sudah agak kusam, tetapi bangunan tersebut masih menjadi sebuah tempat beribadah yang layak bagi agama penganutnya. Bangunan tersebut terletak di Desa Sungai Raya, tepatnya di Dusun Pembangunan. Bangunan itu populer dengan sebutan “Pekong Kaki”. Sejarah bangunan Pekong Kaki sudah berusia ratusan tahun. Berawal dari seorang tokoh berjulukan Sam Po Kong. Konon, orang tersebut memiliki kesaktian yang sangat luar biasa.

Menurut legenda, sewaktu dia berangkat dari negeri Tiongkok, Sam Po Kong berlayar bersama cucunya menuju bumi nusantara. Dalam pelayaran, Sam Po Kong bersama cucunya berlayar bukan memakai sebuah kapal ataupun bahtera layar tetapi mereka menaiki sebuah lesung yang amat besar. Lesung tersebut dijadikan menyerupai bahtera layar umumnya. Mereka pun mulai berlayar dan mengarungi samudera memakai lesung tersebut.

Selang beberapa waktu pelayaran, tibalah mereka di pulau Kalimantan.

“Bagaimana kita akan melewati dataran tersebut sedangkan kita jauh dari bahari dan tidak melewati sungai?” tanya sang cucu.

“Cucuku kau damai dan jangan khawatir. Kamu turuti saja perintah kakek dan jangan sekali-kali kau melanggarnya.” Jawab sang kakek.

Lalu cucunya kembali bertanya, “Apakah gerangan yang harus saya lakukan kek?”

“Kamu pejamkan saja matamu dan jangan buka hingga kakek memerintahkan untuk membukanya!” perintah sang kakek.

Lalu si cucu pun memejamkan matanya sehingga ia tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Setelah itu, sang kakek pribadi menerbangkan lesung yang mereka kendarai memakai kesaktian yang ia miliki.

Selang beberapa waktu, timbul rasa ingin tau di dalam benak sang cucu untuk mengetahui apa gerangan yang sedang terjadi. Tanpa sepengetahuan sang kakek si cucupun membuka matanya. Alangkah terkejutnya ia sesudah mengetahui sebuah insiden yang absurd sedang berlangsung di dalam perjalanannya dengan sang kakek. Sang cucu merasa sangat terkejut lantaran bahtera yang mereka gunakan untuk berlayar tadi kini sedang terbang di udara.

Karena cucu Sam Po Kong telah melanggar perintah sang kakek, maka apa yang ditakutkan Sam Po Kong pun terjadi. Lesung yang mereka tumpangi tiba-tiba saja jatuh sehingga sang kakek secara impulsif melompat dari lesung dan jatuh sempurna di atas bongkahan watu besar (Gunung Bunga/Gunung Gosong). Teringat akan cucunya yang masih ada di dalam lesung, Sam Po Kong pun berusaha untuk menahan lesung supaya tidak hancur lantaran terhempas ke tanah.

Sam Po Kong berpijak sangat berpengaruh disebuah batu. Saking kuatnya menahan lesung. Kini watu bekas pijakan meninggalkan bekas berbentuk telapak kaki Sam Po Kong. Setelah berhasil menyelamatkan cucunya, Sam Po Kong dan cucunya kembali melanjutkan perjalanan melalui sungai (Sungai Raya) melewati Selat Karimata dan menuju ke Pulau Jawa.

Untuk mengenang insiden tersebut maka didirikanlah sebuah vihara kecil atau yang kita kenal dengan nama pekong. Nama Pekong Kaki dipakai lantaran di tempat tersebut terdapat sebuah watu besar yang berbekas telapak kaki Sam Po Kong. 

Menurut kepercayaan orang-orang Tionghoa, insiden luar biasa itu dianggap sebuah keramat. Oleh lantaran itu, hingga dikala ini di Desa Sungai Raya setiap tanggal 10 bulan 10 kalender Imlek selalu mengadakan sebuah upacara atau peringatan hari besar yang diberi nama Hari Sam Po Kong.

Sekedar info tambahan, Sam Po Kong tiba di tanah Jawa tepatnya Semarang. Bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama, berdiri sebuah pekong yang berjulukan Klenteng Sam Po Kong. Terdapat goresan pena "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an" di klenteng tersebut.

Menurut dongeng Tionghoa Semarang, Sam Po Kong ialah seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang berjulukan Zheng He / Cheng Ho. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Oleh masyarakat Tionghoa Semarang, Sam Po Kong di anggap dewa, walaupun sejatinya Sam Po Kong ialah seorang muslim. Hal ini sanggup dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal sanggup memperlihatkan santunan kepada mereka.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Cerita Rakyat Bengkayang: Asal Seruan Pekong Kaki

0 komentar:

Posting Komentar