Indahnya Indonesia, Wisata & Traveling by Cameroon

Cerita Rakyat Sambas: Asal Seruan Desa Sepinggan

Wisata Indonesia - Cerita rakyat yang berkembang di Sambas disampaikan oleh nenek moyang secara ekspresi dan turun-temurun. Biasanya kisah disampaikan oleh tukang kisah sambil duduk-duduk di suatu tempat kepada siapa saja, belum dewasa dan orang dewasa. Bahkan ada juga sebagai kisah penghantar tidur anak-anak, selain berfungsi untuk menghibur melainkan dengan penuh kesabaran penutur kisah ingin memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi penerusnya.

Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia di kabupaten Sambas banyak ditemui jenis kisah rakyat atau lebih dikenal dengan istilah dongeng. Setiap kisah rakyat mempunyai fungsi dan tujuan yang hendak disampaikan kepada masyarakatnya. Salah satunya ialah Asal Usul Desa Sepinggan, kisah rakyat yang berasal dari Kecamatan Semparuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.


Berikut ialah kisah rakyat berjudul Asal Usul Desa Sepinggan yang berhasil Wisata Indonesia rangkum. Cerita di bawah ini memakai alur maju atau kronologis alasannya ialah diceritakan dari awal hingga akhir. Referensi penulisan artikel ini bersumber dari buku yang berjudul "Antologi Cerita Rakyat Semparuk" Edisi cetakan pertama, Oktober 2016. Balai Bahasa Kalimantan Barat.

Pada zaman dahulu terdapat sebuah hutan lebat yang ditumbuhi pepohonan besar dan rimbun. Di hutan itu hidup beraneka macam hewan, menyerupai harimau, ular, bekantan, dan orang hutan. Setiap hari terdengar bunyi hewan-hewan itu bersahut-sahutan, raungan harimau, desisan ular, teriakan orang hutan dan kicauan burung menyemarakkan suasana hutan tersebut. Di sekitar hutan tersebut terdapat dua desa, yaitu Desa Sungai Baru dan Desa Puting Beliung.

Hari itu, matahari bersinar hangat di ufuk timur, embun yang menggantung di ujung dedaunan, kicauan burung terdengar merdu bersahut-sahutan menyambut pagi yang cerah. Orang-orang yang tinggal di bersahabat hutan tersebut, yang berasal dari banyak sekali kawasan menyerupai Sungai Baru dan Puting Beliung berkumpul untuk membicarakan sesuatu. Mereka berencana membuka hutan itu menjadi sebuah desa.

Kepala desa berkata,”Bapak-bapak dan ibu-ibu kita berkumpul di sini untuk sama-sama berembuk mengenai planning kepindahan kita.”

“lya, kami baiklah akan planning kepindahan kita, tapi kita pindah kemana?” sahut seorang warga yang berjulukan Aloi.

“inilah yang akan kita rembukkan Pak Aloi, bagaimana baiknya kepindahan kita itu dan tujuan kita pindah. Saya telah memikirkan hal ini bagaimana bila kita membuka hutan saja? Tetapi, bila ada warga yang mempunyai permintaan lain yang lebih baik, silahkan saja.”

“Saya juga telah berpikir akan hal itu, Pak. memang hanya itu pilihan yang kita punya. Bila kita pindah ke tempat lain akan memakan banyak waktu, perjalanan yang harus kita tempuh juga jauh. Makara saya baiklah akan permintaan bapak,” ujar Pak Mude.

“lya, saya setuju,” sahut seorang warga.

“Setuju,” warga yang lain menimpali dengan bersemangat.

“Kami juga setuju, hutan itu subur. Kita akan sejahtera bila tinggal di sana. Desa kita ini tidak manis lagi, gersang, mata air pun sering kering,” ujar penduduk yang lain.

Rencana membuka hutan tersebut dianggap sangat bijak sehingga semua orang setuju. “Baik…baik…bila sudah sepakat maka kita akan membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal gres kita,” kata Kepala desa dengan bijaksana.

Sedikit demi sedikit mereka mulai membersihkan pepohonan yang ada di hutan itu. Pohon-pohon besar mereka tebang, kayunya mereka jadikan materi pembuatan rumah. Mereka bergotong royong membangun tempat tinggal untuk seluruh warga desa.

Mereka pun meninggalkan desa mereka, barang-barang mereka yang banyak dibawa memakai gerobak. Mereka sangat bangga alasannya ialah harapan mereka untuk memilki tempat tinggal yang gres karenanya terwujud. Mereka jalan beriringan menuju tempat gres itu dengan bersenda gurau, bernyanyi bersahut-sahutan, dan mengobrol dengan sesama mereka. Raut wajah bangga tampak pada wajah mereka. Gurat-gurat kelelahan di wajah mereka telah hilang tergantikan senyum.

Namun, sesudah beberapa usang tinggal di desa itu, mereka tidak betah. Harapan mereka akan kehidupan yang baik telah sirna alasannya ialah ternyata desa yang mereka bangkit dengan susah payah itu menakutkan dan menyeramkan. Mereka mencicipi keanehan-keanehan, penampakan makhluk halus banyak berkeliaran. Bahkan, makhluk halus seeing mengganggu mereka siang malam. Hal ini menciptakan mereka tidak betah.

Malam itu begitu kelam, bunyi jangkrik terdengar diantara bunyi angin yang menderu-deru. Warga desa kembali berkumpul untuk membicarakan keanehan-keanehan yang sering mereka alami.

“Apa para warga desa mencicipi keganjilan yang terjadi? Setiap hari di rumahku selalu ada saja benda yang melayang di udara. Kadang sendok, kadang piring,” kata Pak Long, salah seorang warga desa yang telah berumur lanjut.

“Oi Pak Long, di rumah kami pun begitu. Bahkan kadang ada penampakan nenek ataupun anak kecil yang meringkuk di sudut kamar,” sahut Pak Mude dengan sura pelan.

“Di tempat kami sering terdengar bunyi orang yang menangis juga tertawa setiap saat. Aku jadi takut bila sendirian di rumah,” sahut seorang ibu dengan sedih.

“Kami sudah tidak tahan di desa ini, terlalu angker,” teriak salah seorang warga.

“Ya, benar. Saya juga sudah tidak tahan, desa ini begitu menyeramkan, masih mending desa kita yang dulu walaupun gersang tak pernah ada makhluk halus yang mengganggu” sambung Pak Aloi.

“lya, saya tidak pernah sanggup tenang, makhluk halus itu selalu mengganggu siang malam,” kata seorang pemuda.

“Bagaimana bila kita pulang saja ke tempat tinggal asal kita dulu.” Usul seorang bapak.

“Setuju,” teriak salah seorang warga.

“lya, kita pulang saja,” kata warga yang lain.

“Baiklah, kami baiklah dengan tawaran bapak. Rencana itu sangat bijak. Sekarang, kemaskan barang-barang dan pergi dari desa menakutkan ini,” sambung kepala desa. Dari tadi ia hanya mendengarkan saja keluhan warga desanya. la merasa kecewa akan keadaan yang mereka alami.

Tanpa membuang banyak waktu, warga desa segera berkemas meninggalkan desa tersebut untuk kembali ke tempat asal mereka. Kali ini tidak ada lagi senda gurau dan tawa lepas hanya terlihat kesedihan dan kelelahan di raut wajah mereka.

Beberapa hari sesudah kepergian mereka dari desa tersebut, datanglah sekelompok orang yang bukan berasal dari kawasan sekitar desa itu. Mereka berasal dari tempat yang jauh. Mereka terlihat galau ketika hingga di desa tersebut alasannya ialah desa itu kosong tak berpenghuni.

“Akhirnya kita bertemu juga dengan sebuah desa. Hari demi hari yang kulihat hanya hutan belantara, kulihat juga rumah,” kata salah seorang anggota rombongan tersebut.

“Tetapi, desa ini aneh. Kemana para penduduk desa ini pergi? Satu pun tidak ada yang terlihat,” kata cowok yang berjulukan Saung.

“Aku pernah mendengar bila desa ini angker, banyak makhluk halus yang berkeliaran,” kata cowok yang kedua.

“Mungkin mereka pergi dari desa ini, bukankah begitu?” tanya cowok pertama.

“Ya, sanggup jadi,” jawab cowok kedua.

“Bagaimana bila kita menetap dan merawat desa ini?” permintaan cowok pertama.

“lya, kami setuju,” kata sekelompok orang pendatang tersebut.

Sekelompok orang yang gres tiba tersebut karenanya menetap di desa yang telah ditinggalkan itu. Mereka tidak terusik oleh keanehan-keanehan yang ada, makhluk halus yang berkeliaran tidak menciptakan mereka gentar dan takut. Setelah beberapa usang tinggal di desa itu, beberapa orang mencoba untuk bercocok tanam, membuka ladang. Mereka menanami ladang tersebut dengan tanaman padi. Beberapa bulan kemudian, demam isu panen pun tiba. Mereka sangat bangga alasannya ialah sebentar lagi mereka akan menikmati jerih payah mereka. Beramai-ramai mereka memanen padi yang mereka tanam dan rawat berbulan-bulan. Namun,mereka sangat kecewa alasannya ialah hasil jerih payah mereka ternyata tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.

Hasil panen padi yang seharusnya melimpah sesudah dikumpulkan ternyata banyak yang tidak bagus, banyak yang hanya selongsongnya saja, isinya tidak ada/kosong. Panen padi itu tidak melimpah, hanya sepiring nasi. Oleh alasannya ialah itu, desa menakutkan itu karenanya diberi nama Desa Sepinggan.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Cerita Rakyat Sambas: Asal Seruan Desa Sepinggan

0 komentar:

Posting Komentar