Wisata Indonesia - Republik Lanfang yaitu sebuah perkumpulan kongsi Hakka Chinese di Kalimantan Barat. Pendirinya berjulukan Lo Fang Pak (Luo Fangbo) pada tahun 1777 hingga berakhir dengan pendudukan Belanda pada tahun 1884. Republik Lanfang yaitu salah satu republik modern awal di dunia dan repbulik pertama di tanah Nusantara yang kini disebut Indonesia.
![]() |
| Lambang Republik Lanfang |
Bapak pendiri Republik Lanfang yaitu Luo Fangbo (Lo Fang Fak), yang berasal dari Meizhou di Provinsi Guangdong pada tahun 1738, bertepatan pada masa pemerintahan tahun ketiga Dinasti Qing. Luo Fangbo mulai bertualang pada usia 34 tahun. Dia merantau ke Kalimantan Barat ketika ramainya orang mencari emas (Gold Rush), dengan menyusuri Han Jiang menuju Shantao, sepanjang pesisir Vietnam, dan balasannya berlabuh di Kalbar (Wilayah Kesultanan Sambas) pada usia sekitar 41 tahun yaitu pada sekitar tahun 1774 M.
![]() |
| Lukisan Lo Fang Pak di Kelenteng Sungai Purun Besar, Kabupaten Mempawah |
Pemukim Cina telah usang tinggal di Kalimantan, dengan sebagian besar terlibat dalam perdagangan dan pertambangan. Mereka membentuk perusahaan mereka sendiri, di antaranya yaitu Southern Company yang dipimpin oleh Luo. Asal muasal daerah para pendatang Tionghoa di Kalimantan mirip halnya Lo Fang Pak, umumnya berasal dari Guangdong [Schaank , p10]. Suku-sukunya antara lain Hakka dan Hoklo [Fulao, Schaank , p11]. Para pekerja tambang itu pada mulanya sudah mempunyai berbagai perhimpunan, namun lambat laun membentuk ikatan lebih besar yang disebut Kong-si.
Pada Tahun 1776 terdapat 12 Kongsi di wilayah Kesultanan Sambas yang berpusat di Montradok dan 2 buah Kongsi di wilayah Panembahan Mempawah yang berpusat di Mandor menyatukan diri dalam wadah forum yang berjulukan Hee Soon untuk memperkuat persatuan di antara mereka dari bahaya pertempuran antara sesama Kongsi mirip yang telah terjadi antara Kongsi Thai Kong dan Lan Fong pada tahun 1774. Salah satu dari 12 Kongsi yang berasal dari wilayah Kesultanan Sambas yaitu Kongsi Lanfong yang dihidupkan lagi oleh Luo Fangbo (Lo Fang Fak) dengan Lo Fong Pak sendiri yang menjadi ketuanya.
Setahun kemudian yaitu pada tahun 1777 M Lo Fong Pak memindahkan lokasi Kongsi Lan Fong ke lokasi lain di mana lokasi Kongsi Lan Fong yang gres ini tidak lagi diwilayah Kesultanan Sambas tetapi yaitu di wilayah Panembahan Mempawah yaitu Mandor (Tung Ban Lut). Dalam masa pemerintahannya, Luo melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi, termasuk gagasan bahwa semua urusan negara harus melibatkan konsultasi warga republik ini.
![]() |
| Luo Fang Bo Memorial |
Luo dalam masa kepemimpinannya telah menjalankan system perpajakan [belasting] termasuk pajak perjudian [speeltafels] , dan mempunyai kitab undang undang hukum, menyelenggarakan system pertanian dan pertambangan yang terarah, membangun jaringan transportasi, penjualan opium [verkoop van opium], arak [belasting op de particuliere arak stokerijen] . [Schaank , p99-104] .
Ketika Luo mendirikan Kongsi Lan Fang atau Lan Fang Kongsi, belum ada pemerintahan yang menguasai daerah tersebut. Maka semua aturan dan undang-undang yang berlaku disitu dia yang menyusunnya. De Groot sangat kagum sejumlah pendatang campur-aduk yang berasal dari kaum petani biasa di Tiongkok bisa mendirikan negara dengan organisasi yang rapih dan terpimpin dimana berlaku hukum, ketertipan dan disiplin. [De Groot , 1885]
![]() |
| Bendera Republik Lanfang dengan goresan pena dalam bahasa Mandarin "Lan Fang Ta Tong Chi" |
Luo juga membuat seperangkat eksekutif, legislatif, dan forum peradilan. Republik ini tidak mempunyai militer pada umumnya, namun mempunyai kementerian pertahanan yang diberikan milisi nasional berdasarkan wajib militer. Masyarakat republik / kongsi tersebut kebanyakan terlibat dalam pertanian, produksi, perdagangan, dan pertambangan. Divisi manajemen Lanfang ini dibagi menjadi tiga tingkatan (provinsi, prefektur, dan kabupaten) dan orang-orang dipilih secara demokrasi untuk menjadi pemimpin. Lanfang bersekutu dengan Sultan Abdurrahman dari Kesultanan Pontianak.
![]() |
| Koin Republik Lanfang || Credit: alvinology |
Van Rees seorang Belanda , memberi kesaksian perihal pergaulan sama rata di kongsi-kongsi itu. Orang yang berpangkat paling tinggi duduk berdampingan dengan kuli yang paling miskin. Menurut van Rees didalam penghidupan sehari-hari orang Tionghoa tidak mempersoalkan tingkat dan pangkat. Penguasa sipil Sambas berjulukan Muller dan seorang pejabat Belanda berjulukan Veth juga menyaksikan relasi sama-rata.
De Groot selanjutnya: “Orang yang terendah pun setiap waktu sanggup menghubungi pimpinan. Tiada pemimpin yang merasa tersinggung jika seorang dari rakyat-biasa memasuki ruang kerjanya untuk membicarakan urusan-urusan kecil. Bila bertemu dipersimpangan jalan, pemimpin dan rakyat-biasa saling menyambut dengan ramah.
Para saksi mata juga kagum tenaga kerja orang-orang Tionghoa. Hutan ditebang dan tanah yang tidak begitu subur dijadikan sawah, kebun gula dan kebun buah-buahan. Dikatakan tiada suku lain di dunia dalam keadaan yang sama sanggup mewujudkannya. Bekerja dibawah terik panas matahari daerah khatulistiwa dari subuh hingga matahari terbenam, dipersukar oleh kekuasaan Belanda, tanpa pertolongan dari pemerintah tanah leluhur, tanpa modal, hanya dengan kebijaksanaan dan semangat-berusaha (spirit of enterprise). Menjalin relasi keluarga dengan penduduk non-tionghoa setempat melalui pernikahan, secara umum terjadi sedari permulaan. Mendirikan sekolahan-sekolahan merupakan salah satu perjuangan yang utama, sekalipun didesa-desa yang kecil. Diantara kaum Tionghoa sukar dijumpai orang yang buta-huruf.
Mereka disukai penduduk setempat sebagai tenaga yang berharga. Tidak mirip pihak Belanda yang dimana-mana tiba dengan kapal perang, serdadu dan senapan. Dengan suku Dayak Batang-lupar dan Punan yang ditakuti sebagai pengayau (penggorok kepala) pun orang-orang Tionghoa sanggup memelihara relasi yang baik. Sedangkan tidak ada orang Eropa yang berani berhadapan dengan suku-suku tersebut tanpa pengawal yang kuat. Demikianlah kesaksian pejabat-pejabat Belanda jaman itu.
Kedatangan orang-orang Hakka semacam Lo Fang Pak dan teman-temannya relatif tidak menjadikan ukiran sosial. Sebab, orang Hakka dikenal bisa membawa diri, menyerupai pepatah dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Di samping itu, sebagai pendatang, mereka juga punya keterampilan.
Luo meninggal pada tahun 1795, tahun kedua dideklarasikannya Daerah Otonomi Khusus tersebut (1793). Ia telah hidup di Kalimantan lebih dari 20 tahun. Pada usia ke 47 berdirinya Kongsi Lan Fong tersebut, yaitu pada masa pemerintahan Ketua Kongsi kelima, Liu Tai Er (Hakka: Liu Thoi Nyi), Belanda mulai aktif melaksanakan perluasan di Indonesia dan menduduki wilayah tenggara Kalimantan.
Liu Tai Er terbujuk oleh Belanda di Batavia (kini Jakarta) untuk menandatangani janji kolaborasi dengan Belanda. Penandatanganan janji tersebut kemudian membuat Kongsi Lan Fong dalam imbas Belanda. Munculnya pemberontakan penduduk orisinil semakin melemahkan Kongsi Lan Fang. Kongsi Lan Fang kemudian kehilangan otonomi dan beralih dari daerah dibawah naungan Sultan Pontianak menjadi sebuah daerah protektorat Belanda. Belanda membuka perwakilan kolonialnya di Pontianak dan mengendalikan sepenuhnya Kongsi Lan Fong dengan melantik Ketua Kongsie sebagai regent.
Pada tahun 1884, Kongsi Thai Kong yang berpusat di Montradok menolak diperintah oleh Belanda, sehingga Kongsi Thai Kong diserang oleh Belanda. Belanda berhasil menduduki Thai Kong Kongsi, namun kongsi tersebut mengadakan perlawanan selama 4 tahun. Perlawan Kongsi Thai Kong terhadap Belanda ini juga kemudian melibatkan Kongsi Lan Fong sehingga Kongsi Lan Fong kemudian juga diserang Belanda dan ditaklukkan Belanda, menyusul maut Liu Asheng (Hakka: Liu A Sin), Ketua Kongsi Lan Fong yang terakhir. Sebagian warga Kongsi Lan Fong kemudian mengungsi ke Sumatera, Pulau Tumasik (Singapura sekarang).
Kejayaan Lan Fang, kemudian berlanjut di Pulau Tumasik. Lee Kuan Yew pendiri negara Singapura yaitu salah satu dari keturunan dari Republik Lanfang. Kakek dari Lee Kuan Yew lahir di Singapura pada 1865 dan menikah dengan Neo Ah Soon, seorang wanita Hakka Chinese dari Pontianak. Hakka Chinese menjadi minoritas di Singapura. Tapi, memainkan tugas penting dalam mendirikan Kongsi Lan Fang yang kedua di Pulau Tumasik yang berjulukan Singapura.
Daftar Ketua Kongsi yang pernah memimpin Daerah Otonomi Kongsi Lanfang (1777 - 1793 ) dan Daerah Otonomi Khusus Kongsi Lanfang dari tahun 1793 - 1884.
| Nama Ketua Kongsi | Periode | Keterangan |
|---|---|---|
| Lo Fangpak | 1777-1795 | Pendiri Kongsi Lanfang di Mandor pada tahun 1777 |
| Kong Meupak | 1795-1799 | Perang dengan Panembahan Mempawah |
| Jak Sipak | 1799-1803 | Konflik dengan orang Dayak dari Landak |
| Kong Meupak | 1803-1811 | |
| Sung Chiappak | 1811-1823 | Ekspansi tambang di Landak |
| Liu Thoinyi | 1823-1837 | Sudah di bawah imbas kolonial Belanda |
| Ku Liukpak | 1837-1842 | Konflik dengan Panembahan Landak dan kemerosotan kongsi |
| Chia Kuifong | 1842-1843 | |
| Yap Thinfui | 1843-1845 | |
| Liu Konsin | 1845-1848 | Pertempuran dengan orang Dayak dari Landak |
| Liu Asin | 1848-1876 | Ekspansi tambang ke tempat Landak |
| Liu Liongkon | 1876-1880 | |
| Liu Asin | 1880-1884 | Kejatuhan Lanfang Kongsi pada tahun 1884 |
Lan Fang Kongsi yang dirintis oleh Lo Fang Pak ini berusia 107 Tahun dan lebih usang daripada negara persatuan Jerman bentukan Bismarck, yang sesudah kira-kira 75 tahun pecah menjadi Jerman Timur dan Barat. Ditambah 12-13 tahun sesudah dipersatukan lagi juga belum 100 tahun. Belgia terbentuk tahun 1830 hingga kini 173 tahun dan dengan demikian berumur kurang daripada self-government orang-orang Tionghoa di Palembang yang berdasarkan Victor Purcell berlangsung selama 200 tahun.
![]() |
| Map Republik Lanfang |






0 komentar:
Posting Komentar