Indahnya Indonesia, Wisata & Traveling by Cameroon

Parang Tangkitn: Pusaka Leluhur Sambas Yang Terancam Hilang Ditelan Zaman

Wisata Indonesia - Parang Tangkin (Tangkitn) atau biasa disebut Mandau Tangkitn ialah senjata tradisional yang terbuat dari besi yang bab hulunya melengkung, pada ujungnya bertampuk kuningan dan tidak mempunyai gagang layaknya sebilah mandau yang biasa terbuat dari kayu atau tulang. Parang ini sekilas panjangnya hampir sama dengan mandau, namun bentuknya sangat berbeda dengan mandau. 

Gagang pada bendo ini hanya di lilitkan kain merah yang melambangkan keberanian dan kebanyakan di pangkal bawah pegangan tersebut terdapat cepu yang terbuat dari tembaga yang dipercaya mempunyai kekuatan magis. Sarung tangkitn dibentuk dari kayu tipis dan pipih yang dililit dengan gelang rotan dan diperkuat dengan plat kuningan. 


Pada dasarnya, oleh leluhur Sambas pada zaman dahulu, bendo tangkin hanya dipergunakan untuk tradisi mengayau (berburu kepala) atau dipakai sebagai senjata pertahanan diri dari sasaran kayau suku tetangga (Iban) yang mengayau ke wilayah adatnya. 

Pada masa lalu, hampir semua pria di Kalimantan pada umumnya harus melaksanakan perburuan kepala untuk majemuk alasan, alasannya ialah setiap suku mempunyai alasan yang berbeda-beda. Seperti orang Iban yang berbatasan pribadi wilayah budbahasa dengan pribumi Sambas (Salako dan Kanayatn), tradisi mengayau memakai Mandau dilakukan anak pria iban pada usia 10 tahun yang mengharuskannya sanggup mendapatkan setidaknya 1 kepala manusia, alasannya ialah ini akan membuktikan bahwa anak pria ini sudah memasuki usia remaja dan sanggup menikah. Sedangkan untuk pribumi Sambas mempertahankan diri mereka dari korban mengayau masyarakat Iban, memakai bendo tangkin sebagai senjata pertahanan.

Sebelum kedatangan agama SAMAWI (Nasrani dan Islam) ke tanah Sambas, kepercayaan masyarakat pribumi Sambas ialah kepercayaan tradisional Kaharingan. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau disebut dengan Ranying / Jubata, yang hidup dan tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat pribumi Sambas dan Kalimantan pada umumnya. Tempat ibadahnya dinamakan Balai Basarah. Kitab suci agama mereka ialah Panaturan dan buku-buku agama lain, menyerupai Talatah Basarah (Kumpulan Doa), Tawar (petunjuk tatacara meminta derma Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.

Parang tangkin tanpa kain merah

Pasca berdirinya Kesultanan Sambas di Lubuk Madung, pribumi Sambas banyak yang mengalami proses Islamisasi (masuk Melayu) ditambah pendatang dari luar Sambas yang notebane-nya untuk berdagang. Akhirnya budaya Melayu semakin banyak diadopsi dan mengaburkan budaya usang yang dianggap lawas untuk ditinggalkan, meskipun beberapa budbahasa masih dipertahankan menyerupai tepung tawar, tumpang 1000, dan muang rateh (muakng rate). Sedangkan untuk saudara mereka yang masih mempertahankan agama sebelumnya dan tidak mendapatkan Islam (non-Muslim atau non-Melayu), oleh mereka disebut Urang Daya (urang daya = orang darat).

Terpisahnya dua keluarga tersebut, makna dari penggunaan bendo tangkin pun berubah. Untuk kelompok masyarakat yang menyebut mereka dengan Melayu Sambas, bendo tangkin dipergunakan untuk berburu hewan atau pergi berladang (be ume / bahuma). Sedangkan, untuk urang Daya (Salako dan Kanayatn sekarang) masih memakai bendo tangkin untuk mengayau.

Pada selesai kurun ke-19 (pasca Perdamaian Tumbang Anoi), tradisi mengayau semakin ditinggalkan oleh urang Daya ditambah semakin banyak dari mereka yang memeluk kepercayaan Nasrani (Kristen dan Katolik). Maka, makna penggunaan bendo tangkin pun sudah tidak dipergunakan untuk membunuh dan memburu kepala musuh, melainkan untuk berburu hewan atau pergi berladang.

gagang bendo tangkitn di balut kain merah

Dewasa ini, keberadaan bendo tangkin pada masyarakat Sambas sudah terancam hilang keberadaannya. Parang tangkin hanya sanggup dijumpai pada keluarga Dayak Salako dan Kanayatn di Kabupaten Sambas, serta tidak banyak berada pada masyarakat Melayu. Di wilayah Sambas, bendo tangkin terbagi menjadi dua varian yaitu tangkin laki dan tangkin bini. Bentuk tangkin laki lebih panjang dari tangkin bini.

Sebagai bab dari pusaka dan kebudayaan leluhur Sambas, bendo tangkin atau mandau tangkitn diabadikan menjadi bab dari Lambang Daerah Kabupaten Sambas bersama dengan tombak yang juga merupakan salah satu senjata perang kerajaan Sambas pada zaman dahulu. 

Selain di Kabupaten Sambas, bendo tangkin juga banyak dijumpai pada masyarakat Salako dan Kanayatn lainnya yang tersebar di sebagian wilayah Sarawak (Malaysia), Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Mempawah, Kota Singkawang, dan Kota Pontianak.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Parang Tangkitn: Pusaka Leluhur Sambas Yang Terancam Hilang Ditelan Zaman

0 komentar:

Posting Komentar